Langsung ke konten utama

“Saatnya Muslim Bersatu Meraih Kekuasaan”


Saatnya umat Muslim Indonesia sadar, siapa yang harus dijadikan nahkoda dalam membawa Bahtera Indonesia menuju pada Kejayaan Indonesia untuk Kemakmuran rakyat sesuai yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 45.

Mohon maaf saya membuat tulisan dibawah ini tanpa bermaksud mendiskreditkan saudaraku yang non muslim, tetapi hanya sebagai pemaparan akan data dan informasi yang sesungguhnya untuk memberikan kesadaran bagi umat Muslim.

Penduduk Indonesia awal Kemerdekaan “Muslimnya” mencapai ± 90 %.
Para pejuang Kemerdekaanpun hampir sebagaian besar adalah para Ulama dan tokoh tokoh Muslim.  Kehidupan Islami sungguh dirasakan hampir diseluruh wilayah Indonesia.

Persoalan muncul ketika  Indonesia memasuki babak baru Kemerdekaan 17 Agustus 1945.  Dimana toleransi para Ulama dan Tokoh tokoh Islam menjadikan boomerang bagi umat muslim mulai saat itu dan sampai hari ini.  
Apa saja contoh yang menjadi bukti toleransi Ulama dan Tokoh Islam demi munculnya Negara yang bernama Indonesia?
Yaitu ketikan dihapuskannya beberapa kata didalam Pancasila di Sila Pertama, yang lebih kita kenal dengan Piagam Djakarta.
Pancasila berdasarkan Piagam Djakarta pada Sila Pertama adalah
“Ketoehanan, dengan kewajiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknja.”
Dirubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Mengapa para Ulama dan Tokoh Muslim bersedia mengganti dan setuju?
Karena demi menjaga Keutuhan dan Keberagaman suku, budaya dan Agama yang ada di Indonesia.

Dokumen historis berupa kompromi antara pihak Islam dan pihak kebangsaan dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara.   Nama lainnya adalah "Jakarta Charter". Piagam Jakarta merupakan piagam atau naskah yang disusun dalam rapat Panitia Sembilan atau 9 tokoh Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945.
Yang terdiri dari

Panitia Sembilan
1.     Ir. Soekarno                                       (Tokoh Muslim/ Jawa Timur)
2.     Drs. Mohammad Hatta                   (Tokoh Muslim/ Sumatera Barat)
3.     Mr A.A. Maramis                             (Kristen/ Manado )
4.     Abikoesno Tjokrosoejoso                (Ulama Muslim/ Jawa tengah)
5.     Abdoel Kahar Moezakir                  (Ulama Muslim/ Yogyakarta)
6.     H. Agoes Salim                                 (Tokoh Muslim/ Sumatera Barat)
7.     Mr Achmad Soebardjo                    (Tokoh Muslim/Jawa Barat)
8.     Wahid Hasjim                                   (Ulama Muslim/ Jawa Timur)
9.     Mr Moehammad Yamin.                 (Tokoh Muslim/ Sumatera Barat)

Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD. Butir pertama yang berisi kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad HassanKasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.

Toleransi Ulama  dan Tokoh Islam terhadap Pemerintahan Indonesia yang kala itu di Pimpin seorang Presiden yang bernama Soekarno terus berlangsung.  Hingga akhirnya Indonesia lebih didominasi oleh kelompok kelompok Kebangsaan, dan mulai merangkul kelompok kebangsaan lainnya dari berbagai suku dan agama.
Namun sayangnya, dalam proses perjalanan Pemerintahannya, Soekarno mulai meninggalkan peran para Ulama.  Beliau terlalu berambisi dengan semangat kebangsaan yang tinggi dan mencoba mengejewantahkan atau mengimplementasikan pemikirannya tentang Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bermasyakarat.  Bahkan tidak tanggung tanggung, beliau mencoba memunculkan poros baru tentang sebuah Idiologi kebangsaan yang bernama Pancasila.  
Karena pada tahun 1945  beberapa Negara Negara dibelahan dunia pemerintahannya menganut berbagai faham idieologi seperti, Kapitalisme, Liberalisme, Sosialisme, Komunisme, Monarkisme, Fasisme, demokrasi dan lain lain.  Soekarno sendiri beberapa kali mencoba bereksprimen dengan Idieolog yang akan di anut oleh Indonesia dengan Pancasila yang mengadopsi berbagai faham seperti Nasakom, Terpimpin, Republik Indonesia Serikat (dengan Perdana Menteri), sampai akhirnya kembali ke Demokrasi Pancasila yang kemudian coba dikudeta yang gagal oleh PKI menjadi idieologi komunis pada tahun 1965. 
Soekarno seorang muslim namun sangat mengkawatirkan munculnya kekuatan kekuatan muslim kala itu.  Bahkan beliau berusaha  menjauhkan Partai partai Islam dari rakyat, atau boleh dikatakan bahwa beliau yang secara tidak langsung membenam kekuatan Partai partai Islam, karena berusaha untuk memunculkan sebuah idiologi baru yang belum pernah dianut oleh Negara manapun. Idieologi yang memberi ruang kepada agama manapun ditengah mayoritas masyarakat yang beragama Islam.  Bagi Ulama saat itu dan tokoh muslim tidak mempersoalkan selama semua itu untuk kepentingan bangsa dan keutuhan Negara kesatuan Indonesia.  Pada akhirnya Partai partai Islam tidak mampu meraih simpati dan kekuatan dari ummat Islam itu sendiri.  Dan Partai partai yang tidak berbau agama, lebih diminati oleh masyarakat Indonesia kala itu.
Namun ditengah kekuatan Partai nasionalis tersebut terdapat tarik menarik kepentingan dari berbagai pihak, diantaranya kelompok komunis dan kelompok muslim.  Sampai akhirnya meletus peristiwa G30S PKI pada tahun 1965.  Pemberontakan yang didalangi oleh partai komunis Indonesia terhadap Pancasila dan mengorbankan beberapa Jenderal dibunuh dengan sangat keji.  Dan itulah menjadi awal kejatuhannya Soekarno. Rakyat sudah tidak mempercayai Soekarno yang selalu membela kepentingan PKI dan sangat dekat dengan orang orang PKI.

Setelah rezim Soekarno jatuh yang dikenal dengan Orla (orde lama), muncullah penguasa baru yaitu Suharto, yang kita kenal dengan Orba (orde baru).  Pada awal kepemimpinan Suharto, umat muslim sangat menaruh kepercayaan kepadanya.  Namun sayang harapan akan munculnya tokoh muslim sejati sirna.  Katika di awal awal kepemimpinannya Suharto lebih dekat dengan tokoh tokoh Islam sekuler dan tokoh non muslim diantaranya JB Sumarlin, Ali Murtopom Amir Machmud, Sudomo, LB Moerdani, Sofyan Wanandi,Cosmos Batubara, Soemitro, dll.  Mereka semua adalah tokoh sentral dipusaran Suharto kala itu, yang sama sekali tidak dekat dengan Ulama dan umat muslim.  
Sehingga sejak awal kepemimpinan Suharto hingga tahun 1990-an kepemimpinannya sangat jauh dari umat muslim. Dibuktikan dengan banyaknya Ulama yang dijauhkan dari pengikutnya, bahkan banyak juga yang ditangkap.  Seperti Daud Beureh (Aceh), Abuya Dimyati, Kiai Sarmin di Banten, Safriansyah alias Kai Amang dan Jamhari Arsyad, KH. Idham Chalid di Kalimantan Selatan, Kyai Sunkar dan KH Abu Bakar Ba’asyir di Solo, Tragedi Priok Jakarta Utara Amir Biki, dan Abdul Qadir Jaelani dan masih banyak tokoh tokoh lainnya.
Suharto baru mulai menyadari kesalahannya menjauhkan diri dari Ulama dan umat muslim suatu langkah yang salah.  Maka awal tahun 1990-an beliau berubah dan mulai merapat kepada Ulama dan Tokoh tokoh muslim.  Dan beliau segera mendorong tokoh tokoh Islam dan para cendikiawan untuk membentuk organisasi berbasis Islam seperti ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia).  Mulai menghadiri undangan-undangan yang diadakan oleh Ormas Islam seperti Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah, yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan.  Namun sayang, keinginan beliau ditentang oleh tokoh sekuler dan kelompok non muslim seperti kelompok The Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang banyak tokoh Katolik, mereka tersingkirkan setelah Seoharto dan Habibie merestui pembentukan ICMI.  Kemudian  CSIS menggandeng Gus Dur untuk melawan ICMI dengan membentuk diantaranya ‘Fordem’ (Forum Demokrasi).  Hingga akhirnya kekuasaan Suharto jatuh  atas desakan aksi mahasiswa diseluruh propinsi yang kita kenal dengan Reformasi mei 1998.  Yang telah dipegang selama 32 tahun harus diserahkan kepada wakilnya BJ. Habibie 
Pasca kejatuhan Suharo tahun 1998, sebenarnya para Ulama dan tokoh tokoh muslim sempat bersatu, namun sayang umurnya hanya sesaat.  Karena menjelang diadakannya Pemilu 1999, para Ulama dan Tokoh Islam malah berusaha jalan sendiri sendiri.  Sehingga Pemilu 1999 dimenenagkan oleh kelompok Partai kiri yaitu Partai Demokrasi Indonesia Pejuangan (PDIP).  Pemilu saat itu rakyat belum langsung memilih Presiden, melainkan dipilih oleh MPR, maka pertarungan pemilihan Presiden-pun mulai kasak kusuk di gedung senayan.  Sebenarnya kala itu selain nama Megawati Soekarno Putri muncul sebagai kandidat Presiden dari Partai PDIP, ada nama lain yang juga muncul sabagai kandidat yaitu Yusril Ihza Mahendra.  
Lagi lagi ketidak solidan Tokoh Muslim saat itu untuk mendukung Yusril Ihza Mahendra menjadi Presiden.  Malah Amien Rais bermanuver dengan memunculkan tokoh alternatif laiinya dan mencoba merangkul Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Gur dari NU dari Poros tengah sebagai kandidat Presiden.  Dan dimenangkan oleh Gusdur menjadi Presiden ke-empat RI mengalahkan Megawati.  
Sayangnya karena kekurangan fisik yang dialamai Gus dur, sangat mempengaruhi kebijakan beliau dalam menjalankan Pemerintahan. Dan membuat beliaupun harus dilengserkan dalam Sidang Istimewa MPR tahun 2001, dan dilanjutkan oleh Megawati hingga tahun 2004.
Memasuki masa Reformasi lagi-lagi umat Islam ditinggalkan dan hanya dijadikan kendaraan untuk kepentingan dan ambisi para tokoh tokoh Islam itu sendiri.  Terbukti pemilu tahun 2004, 2009 dan 2014 Indonesia dengan mayoritas muslim tak mampu berbuat apa apa dengan Partai Islamnya. 
Ketika Pemilu 2014 dimenangkan oleh Jokowi-JK, banyak kebijakan kebijakan yang diterbitkan dan kejadian kejadian yang muncul sangat merugikan umat muslim.  Mulai dari penghinaan terhadap Kitab Suci umat Islam yairu Al Qur’an, teror dan penangkapan terhadap Ulama.  Tidak sampai disitu saja, bahkan Pemerintah dengan kekuasaanya mencoba menzolimi para Ulama,mengintimidasi bahkan sampai ada yang dijadikan terdakwa seperti Habib Riziek Shihab dengan fitnah dan tuduhan yang tidak memiliki bukti yang cukup, walauakhirnya dinyatakan SP3.  Pembubaran paksa ormas Islam seperti HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dengan menerbitkan Perpu No. 2 tahun 2017 pengganti Undang-undang ormas No. 17 tahun 2013.
Dari kejadian kejadian dan peristiwa tersebut, pada akhirnya memuncul kesadaran dari para Ulama dan umat muslim, bahwa Islam harus bersatu.  dan ini dibuktikan dengan munculnya Gerakan Aksi Bela Ulama dan Aksi Bela Islam 411 dan 212 tahun 2016.  

Begitu juga dengan adanya Doktrinasasi yang salah dikalangan umat Islam sendiri.  Dan paradigma yang salah tentang Poltik, dengan mengatakan bahwa Politik itu kotor.  Yang membuat banyak Tokoh Muslim dan Umat Muslim tidak mau perduli dengan Poltik, sehingga partai partai politik banyak diisi oleh orang orang islam KTP (istilah saya untuk mereka yang beragam islam tetapi tidak menjalankan Islam dalam kehidupannya sehari hari, atau mereka lebih mengejar dunia semata).  
Sehingga banyak sekali politisi yang ber-agama Islam ditangkap karena ‘Korupsi’, Undang –undang dan Perda-perda yang diterbitkan sama sekali tidak membela kepentingan Agama dan umat.  Bahkan akhir akhir ini, ada gerakan besar yang ingin mengganti Idieologi ke arah komunisme dan sekulerisme.
Yang lebih menyakitkan bagi umat muslim yang mayoritas di negeri ini yaitu ketika dilakukannya Amandemen tehadap Undang Undang Dasar 45 , khususnya Pasal 6 yang menyangkut Syarat untuk menjadi seorang Presiden.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Padahal sebelum di-Amandemen UUD45 Pasal 6 ayat (1) berbunyi sbb:
Presiden ialah orang Indonesia asli.
Hal ini berdampak kepada adanya kemungkinan bahwa dimasa mendatang warga keturunan Tionghoa yang lahir di Indonesia memiliki hak yang sama dengan warga Negara Indonesia asli.  Yang mana kita ketahui bahwa Nasionalisme warga keturunan Tiongkok di negeri ini masih sangat diragukan adanya, karena dari asal negaranya mereka masih mengakui warganya yang tinggal di luar negeri walau sudah beranak pinak dan berpuluh puluh tahun meninggalkan negeri asalnya, atau istilahnya mereka menganut kewarganegaraan Bipatride (kewarganegaraan ganda).

Kekawatiran ini beralasan juga dikarenakan sejak jaman penjajahan dan perang kemerdekaan warga keturunan tidak memiliki kesetiaan terhadap Indonesia kecuali hanya sedikit,atau mereka yang sudah berasimilasi dengan penduduk asli Indonesia dan menganut agama Islam, Kristen ataupun Katolik.

Setelah kemerdekaanpun warga keturunan Tionghoa tidak memiliki kesetiannya terhadap Indonesia, ketika mereka membantu tentara asing pada agresi belanda yang I dan ke II.  Begitupun saat Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997, warga keturuna Tionghoa yang sudah menikmati fasilitas di masa Orde Baru.  Dan hampir sebagian besar perekonomian mereka kuasai dan sukses, tetapi ketika Pemerintah RI meminta bantuan mereka, sama sekali tidak digubris bahkan mereka ramai ramai membawa kekayaan mereka ke luar negeri.  Yang mengakibatkan marahnya rakyat pada saat itu,sehingga terjadinya penjarahan tempat tempat usaha mereka diberbagai propinsi.

Di masa Pemerintahan Jokowi Jk mobilisasi dan masuknya warga Tiongkok semakin menjadi jadi.  Dengan alasan sebagai tenaga kerja di berbagai proyek yang dibiayai oleh negaranya (alasan klasik).

Kita kembali kepada pokok masalah tentang muslim yang mayoritas di Indonesia.
Dimanakah umat muslim yang mayoritas itu?
Siapakah Pemimpin yang mereka pilih untuk memperjuangkan hak hak mereka?
Di Partai manakah umat muslim itu berada?

Saya tidak butuh jawaban, tetapi jawablah kepada diri anda sendiri bila anda seorang yang muslim.

Ketidak perdulian umat muslim terhadap politik, mengakibatkan sistem Pemerintahan diatur oleh mereka mereka yang tidak mencintai Islam dan rakyatnya.

Lihat lagi disekeliling kita hari ini!
Siapa yang menguasai Ekonomi Indonesia saat ini?
Siapa yang menguasai Perbankan Indonesia saat ini?
Siapa pemilik gedung gedung bertingkat, Hotel hotel berbintang, Rumah rumah mewah, mobil mobil mewah, Villa villa, Perkebunan, Pertanian, Peternakan, dan Perinakanan?
Siapa Pemilik Pabrik pabrik besar?
Siapa pemilik Armada penerbangan?
Siapa pemilik Rumah sakit besar di Indonesia saat ini?
Siapa pemilik Uneversitas, Sekolah sekolah elit dan berbagai tempat pendidikan lainnya?
Siapapemilik Pertambangan dan Perusahan perusahan besar di Indonesia saat ini?
Siapa pemilik Media media besar saat ini?
Siapa pemilik tanah dengan luas beribu-ribu hektar di Indonesia saat ini?
Masih banyak pertanyan pertanyaan yang mungkin semakin menambah sesak didada. 

Masihkah kita umat muslim berdiam diri?
Kita bukan ingin mengusir mereka.
Kita bukan ingin melakukan kudeta atau gerakan separatis.
Yang kita harus lakukan adalah merebut ‘Kekuasaan’ melalu jalur yang bernama ‘Politik’ lewat Pemilihan Umum.  Dan untuk bisa berpolitik, maka kita harus masuk kedalam Partai Politik.

Tinggal kita memilih, Partai Politik manakah yang sesuai dengan umat Islam dan Pemimpin Islam yang dapat dipercaya membela Agama, Umat , Bangsa dan Negara.

Saudaraku sesama muslim, cukuplah puluhan tahun sejak Indonesia merdeka 1945 kita berikan toleransi kita kepada mereka mereka yang katanya nasionalis dan memiliki jiwa kebangsaan. Walau hasilnya dapat kita rasakan bersama, cukup memprihatinkan khususnya kepada umat muslim Indonesia.
Jangankan kita berharap dapat membantu dan menolong saudara kita yang ada di Palestina, Rohingya, Suriah, Irak, Syiria, Libya, Mesir, Afganstan, Thailan dll.  Di Negara kita sendiri kita tak mampu melakukan apapun, karena Pemimpin yang kita percyakan selama bertahun tahun tidak mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia yang mayoritas umat muslim.


Ingat!
Indonesia sebentar lagi akan mengalami bonus Demografi di tahun 2020 sd 2030, artinya Indonesia akan mengalami Kelebihan angkatan kerja (usia 15-55 tahun).  Bila Negara tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan, Negara tidak mampu memanfaatkan bonus demografi ini.  Dipastikan tingkat pengangguran akan semakin meningkat, dan kriminalitas akan semakin tinggi.  Yang pada akhirnya Indonesia akan ,menjadi Negara yang porak poranda dan tidak nyaman untuk tingal dan dikunjungi oleh siapapun.

Berangkat dari keprihatinan yang dalam inilah, saya mengajak ‘Umat Muslim Indonesia’ untuk Merebut kekuasaan melalu jalur Konstitusi Demokrasi yang berlaku di Negara kita yaitu Pemilu tahun 2019.  Karena moment inilah yang dapat kita jadikan sebagai titik awal kebangkitan umat Islam di Indonesia yang telah lama dizolomi dan dikhianati oleh para penguasa.

Saya akan terus berjuang keras untuk mengajak para Ulama, Ustad,Ustadjah, Para Guru dan cerdik pandai Muslimin dan Muslimah untuk terjun  dan perduli dengan ‘Politik’.  Jeli dalam memilih Pemimpin, jeli dalam memilih wakilnya yang duduk di Parlemen (DPR RI & DPRD) dan jeli dalam memilih Partai yang akan diikuti.

Bahkan di bulan akhir bulan Januari tahun 2017 dalam pertemuan persiapan untuk Aksi damai di Polda Metro Jaya, bertempat di Aula Mesjid Al Azhar Kebayoran Baru di hadapan para Ulama, Para Habaib, Ketua Umum Ormas Islam dan Tokoh tokoh Islam  seperti Habib Riziek Sihab, Ustadz Muhammad Naser, Ketum HTI, KH. Al Kattat, Ketua Umum FPI dll.  Dipenghujung pembicaraan, saya sampaikan bahwa  Kita tidak bisa merubah sistem dari luar sistem, sehingga kita harus masuk ke dalam sistem.  Dan sudah saatnya muslim yang Kaffah masuk ke dalam partai poltik.  Dan pilihlah partai yang sesuai dengan ajaran agama kita.  Saat itu HRS langsung bertakbir, Allahu Akbar yang diikuti oleh jemaah lainnya.

Sebagai pegangan kita, Ingat Firman Allah dalam  Al Qur’an Surat Ali Imran Ayat 103 tentang BERPEGANG TEGUHLAH PADA TALI AGAMA ALLAH


وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk (Ali Imran:103)

Sebagai seorang muslim, kita berpegang pada Al Qur’an dan Shunnah Rosul.  Serta kita menjadikan Ulama sebagai tempat pemberi nasihat dan memberi Ilmu untuk keselamatan dunia dan akhirat.
Ketika kita tidak mampu menentukan siapa Pemimpin kita, siapa wakil kita di parlemen dan Partai mana yakan kita pilih.  Maka Ulama-lah menjadi satu satunya tempat untuk bertanya, agar kita tidak menjadi orang orang yang tersesat, atau menjadi orang orang yang melepas tali Agama Allah.

Demikian tulisan ini saya rangkumkan, agar menjadi penyadar bagi kita untuk dapat ‘Bersatu, Berjuang bersama, dan meraih kesuksesan’ yang membawa keselamatan bagi kita dan anak keturunan kita.  Yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban ketika kita menghadap Sang Kholid Allah SWT.

Jakarta, 7 Juli 2018

Penulis,

Burhan Saidi.HSB



Komentar

Postingan populer dari blog ini

NO.5 BURHAN SAIDI PARTAI PBB NO.19 CALEG DPRD DKI DAPIL 7 JAKARTA SELATAN

CALEG DPRD DKI DAPIL 7 JAKARTA SELATAN 2019                                                                        PARTAI PBB 19                                                                    NO. 5 BURHAN SAIDI. Profil Burhan Saidi Caleg DPRD DKI Partai Bulan Bintang (PBB) Nama : BURHAN SAIDI,HSB T/Tgl lahir : Banda Aceh, 9 Juni 1970 Suku : Minang Chaniago Pekerjaan : Wiraswasta Riwayat Pendidikan : SDN 054 Kasuari Deli Serdang Tamat 1984 (Kelas 1-2 SD di Al Ulum Medan Sumut 1977-1979, Kelas 3 di SD Rengas Condong Muara Bulian Batang Hari Jambi 1979-1980, Kelas IV-VI di SDN 054 Deli Serdang) SMPN 03 Muara Buli...

Surat kepada Yth: Pimpinan & Anggota Komisi VI DPR RI

Jakarta,  20 April 2013 Kepada Yth: Bapak/Ibu Pimpinan & Anggota Komisi VI DPR RI Di Tempat Dengan Hormat, Dalam surat ini  kami ingin menyampaikan masukan kepada Bapak/Ibu Pimpinan  & Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi Permasalahan Revitalisasi Pasar pasar yang ada di seluruh wilayah di Indonesia.  Adapun maksud dan tujuan kami adalah sebagai bahan masukan kepada Pimpinan & Anggota  Dewan Yang Terhormat dalam rangka menyikapi permasalah yang muncul dan langkah langkah  yang harus dilakukan  disetiap Revitalisasi Pasar pasar di Daerah. Sebelumnya kami ingin menyampaikan beberapa hal mengenai permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Pusat maupun daerah dalam rangka Pengucuran dana untuk Revitalisasi Pasar Tradisional/Pasar Rakyat. Dasar pemikiran kami adalah melihat dari kenyataan yang terjadi dilapangan. Dimana sejujurnya banyak hal yang sangat menyimpang dari laporan yang disampaikan oleh masing masing P...

Jeritan Petani yang tidak diperdulikan oleh Bangsanya sendiri

Indonesia Negara Agraris dengan Lahan yang luas dan subur. Tetapi Petani hidup dibawah garis kemiskinan, lahan mereka hilang dikuasai tengkulak dan lintah darat. Pembudidayaan Bibit tidak tersedia dengan harga terjangkau. Pupuk subsidi hilang karena penyediaan pupuk dilepas ke pasar. Yang akhirnya dikuasai oleh tengkulak dan pengumpul dengan harga yang sangat tinggi. Setelah panenpun mereka kesulitan memasarkan hasil pertanian mereka. Karena Pemerintah baik Pusat maupun daerah dan Departement terkait tidak serius melindungi para Petani dengan membantu memasarkan hasil pertanian mereka. Seharusnya Pemerintah Pusat dan Daerah serta Departement terkait berusaha mengawal mereka mulai dari hulu sampai hilir. Sehingga Petani kita bisa hidup makmur, dan dipasaran tidak lagi bergantung kepada produk pertanian inport. Petitioning Menteri Pertanian Republik Indonesia Kementrian Pertanian Republik Indonesia: Lindungi Petani kita dari Kebangrutan & Kemiskinan Pen...