Saatnya umat Muslim Indonesia
sadar, siapa yang harus dijadikan nahkoda dalam membawa Bahtera Indonesia
menuju pada Kejayaan Indonesia untuk Kemakmuran rakyat sesuai yang diamanatkan
oleh Undang-undang Dasar 45.
Mohon maaf saya membuat
tulisan dibawah ini tanpa bermaksud mendiskreditkan saudaraku yang non muslim,
tetapi hanya sebagai pemaparan akan data dan informasi yang sesungguhnya untuk memberikan kesadaran bagi umat Muslim.
Penduduk Indonesia awal
Kemerdekaan “Muslimnya” mencapai ± 90 %.
Para pejuang
Kemerdekaanpun hampir sebagaian besar adalah para Ulama dan tokoh tokoh
Muslim. Kehidupan Islami sungguh
dirasakan hampir diseluruh wilayah Indonesia.
Persoalan muncul
ketika Indonesia memasuki babak baru
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dimana
toleransi para Ulama dan Tokoh tokoh Islam menjadikan boomerang bagi umat
muslim mulai saat itu dan sampai hari ini.
Apa saja contoh yang menjadi bukti toleransi Ulama dan Tokoh Islam demi munculnya Negara yang bernama Indonesia?
Apa saja contoh yang menjadi bukti toleransi Ulama dan Tokoh Islam demi munculnya Negara yang bernama Indonesia?
Yaitu ketikan
dihapuskannya beberapa kata didalam Pancasila di Sila Pertama, yang lebih kita
kenal dengan Piagam Djakarta.
Pancasila berdasarkan
Piagam Djakarta pada Sila Pertama adalah
“Ketoehanan, dengan
kewajiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknja.”
Dirubah menjadi
“Ketuhanan Yang Maha Esa”
Mengapa para Ulama dan
Tokoh Muslim bersedia mengganti dan setuju?
Karena demi menjaga
Keutuhan dan Keberagaman suku, budaya dan Agama yang ada di Indonesia.
Dokumen historis berupa kompromi antara
pihak Islam dan pihak kebangsaan dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menjembatani perbedaan
dalam agama dan negara. Nama lainnya
adalah "Jakarta Charter". Piagam Jakarta merupakan piagam atau naskah
yang disusun dalam rapat Panitia Sembilan atau 9 tokoh Indonesia pada
tanggal 22 Juni 1945.
Yang terdiri dari
Panitia Sembilan
Panitia Sembilan
1.
Ir. Soekarno (Tokoh Muslim/ Jawa
Timur)
2.
Drs. Mohammad Hatta (Tokoh Muslim/ Sumatera Barat)
4.
Abikoesno Tjokrosoejoso (Ulama Muslim/ Jawa tengah)
5.
Abdoel Kahar Moezakir (Ulama Muslim/ Yogyakarta)
6.
H. Agoes Salim (Tokoh Muslim/
Sumatera Barat)
7.
Mr Achmad Soebardjo (Tokoh Muslim/Jawa Barat)
8.
Wahid Hasjim (Ulama Muslim/
Jawa Timur)
9.
Mr Moehammad Yamin. (Tokoh Muslim/ Sumatera Barat)
Pada saat penyusunan UUD pada Sidang
Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule).
Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI,
istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD. Butir pertama yang
berisi kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Drs. M. Hatta atas
usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku
Muhammad Hassan, Kasman
Singodimedjo dan Ki
Bagus Hadikusumo.
Toleransi Ulama dan Tokoh Islam terhadap Pemerintahan
Indonesia yang kala itu di Pimpin seorang Presiden yang bernama Soekarno terus
berlangsung. Hingga akhirnya Indonesia
lebih didominasi oleh kelompok kelompok Kebangsaan, dan mulai merangkul
kelompok kebangsaan lainnya dari berbagai suku dan agama.
Namun sayangnya, dalam proses perjalanan Pemerintahannya,
Soekarno mulai meninggalkan peran para Ulama.
Beliau terlalu berambisi dengan semangat kebangsaan yang tinggi dan
mencoba mengejewantahkan atau mengimplementasikan pemikirannya tentang
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bermasyakarat. Bahkan tidak tanggung tanggung, beliau
mencoba memunculkan poros baru tentang sebuah Idiologi kebangsaan yang bernama
Pancasila.
Karena pada tahun 1945 beberapa Negara Negara dibelahan dunia pemerintahannya menganut berbagai faham idieologi seperti, Kapitalisme, Liberalisme, Sosialisme, Komunisme, Monarkisme, Fasisme, demokrasi dan lain lain. Soekarno sendiri beberapa kali mencoba bereksprimen dengan Idieolog yang akan di anut oleh Indonesia dengan Pancasila yang mengadopsi berbagai faham seperti Nasakom, Terpimpin, Republik Indonesia Serikat (dengan Perdana Menteri), sampai akhirnya kembali ke Demokrasi Pancasila yang kemudian coba dikudeta yang gagal oleh PKI menjadi idieologi komunis pada tahun 1965.
Karena pada tahun 1945 beberapa Negara Negara dibelahan dunia pemerintahannya menganut berbagai faham idieologi seperti, Kapitalisme, Liberalisme, Sosialisme, Komunisme, Monarkisme, Fasisme, demokrasi dan lain lain. Soekarno sendiri beberapa kali mencoba bereksprimen dengan Idieolog yang akan di anut oleh Indonesia dengan Pancasila yang mengadopsi berbagai faham seperti Nasakom, Terpimpin, Republik Indonesia Serikat (dengan Perdana Menteri), sampai akhirnya kembali ke Demokrasi Pancasila yang kemudian coba dikudeta yang gagal oleh PKI menjadi idieologi komunis pada tahun 1965.
Soekarno seorang
muslim namun sangat mengkawatirkan munculnya kekuatan kekuatan muslim kala
itu. Bahkan beliau berusaha menjauhkan Partai partai Islam dari rakyat,
atau boleh dikatakan bahwa beliau yang secara tidak langsung membenam kekuatan
Partai partai Islam, karena berusaha untuk memunculkan sebuah idiologi baru
yang belum pernah dianut oleh Negara manapun. Idieologi yang memberi ruang kepada agama manapun ditengah mayoritas masyarakat yang beragama Islam. Bagi Ulama saat itu dan tokoh muslim tidak
mempersoalkan selama semua itu untuk kepentingan bangsa dan keutuhan Negara
kesatuan Indonesia. Pada akhirnya Partai
partai Islam tidak mampu meraih simpati dan kekuatan dari ummat Islam itu
sendiri. Dan Partai partai
yang tidak berbau agama, lebih diminati oleh
masyarakat Indonesia kala itu.
Namun ditengah
kekuatan Partai nasionalis tersebut terdapat tarik menarik kepentingan dari
berbagai pihak, diantaranya kelompok komunis dan kelompok muslim. Sampai akhirnya meletus peristiwa G30S PKI
pada tahun 1965. Pemberontakan yang didalangi oleh partai komunis
Indonesia terhadap Pancasila dan mengorbankan beberapa Jenderal dibunuh dengan
sangat keji. Dan itulah menjadi awal
kejatuhannya Soekarno. Rakyat sudah tidak mempercayai Soekarno yang selalu membela kepentingan PKI dan sangat dekat dengan orang orang PKI.
Setelah
rezim Soekarno jatuh yang dikenal dengan Orla (orde lama), muncullah penguasa
baru yaitu Suharto, yang kita kenal dengan Orba (orde baru). Pada awal kepemimpinan Suharto, umat muslim
sangat menaruh kepercayaan kepadanya.
Namun sayang harapan akan munculnya tokoh muslim sejati sirna. Katika di awal awal kepemimpinannya Suharto
lebih dekat dengan tokoh tokoh Islam sekuler dan tokoh non muslim diantaranya
JB Sumarlin, Ali Murtopom Amir Machmud, Sudomo, LB Moerdani, Sofyan Wanandi,Cosmos
Batubara, Soemitro, dll. Mereka semua
adalah tokoh sentral dipusaran Suharto kala itu, yang sama sekali tidak dekat
dengan Ulama dan umat muslim.
Sehingga sejak awal kepemimpinan Suharto hingga tahun 1990-an kepemimpinannya sangat jauh dari umat muslim. Dibuktikan dengan banyaknya Ulama yang dijauhkan dari pengikutnya, bahkan banyak juga yang ditangkap. Seperti Daud Beureh (Aceh), Abuya Dimyati, Kiai Sarmin di Banten, Safriansyah alias Kai Amang dan Jamhari Arsyad, KH. Idham Chalid di Kalimantan Selatan, Kyai Sunkar dan KH Abu Bakar Ba’asyir di Solo, Tragedi Priok Jakarta Utara Amir Biki, dan Abdul Qadir Jaelani dan masih banyak tokoh tokoh lainnya.
Sehingga sejak awal kepemimpinan Suharto hingga tahun 1990-an kepemimpinannya sangat jauh dari umat muslim. Dibuktikan dengan banyaknya Ulama yang dijauhkan dari pengikutnya, bahkan banyak juga yang ditangkap. Seperti Daud Beureh (Aceh), Abuya Dimyati, Kiai Sarmin di Banten, Safriansyah alias Kai Amang dan Jamhari Arsyad, KH. Idham Chalid di Kalimantan Selatan, Kyai Sunkar dan KH Abu Bakar Ba’asyir di Solo, Tragedi Priok Jakarta Utara Amir Biki, dan Abdul Qadir Jaelani dan masih banyak tokoh tokoh lainnya.
Suharto baru mulai menyadari kesalahannya menjauhkan diri
dari Ulama dan umat muslim suatu langkah yang salah. Maka awal tahun 1990-an beliau berubah dan mulai merapat kepada Ulama dan Tokoh tokoh muslim. Dan beliau segera
mendorong tokoh tokoh Islam dan para cendikiawan untuk membentuk organisasi
berbasis Islam seperti ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia). Mulai menghadiri undangan-undangan yang
diadakan oleh Ormas Islam seperti Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah, yang
sebelumnya tidak pernah ia lakukan.
Namun sayang, keinginan beliau ditentang oleh tokoh sekuler dan kelompok
non muslim seperti kelompok The Centre
for Strategic and International Studies (CSIS) yang banyak tokoh Katolik,
mereka tersingkirkan setelah Seoharto dan Habibie merestui pembentukan ICMI. Kemudian
CSIS menggandeng Gus Dur untuk melawan ICMI dengan membentuk diantaranya
‘Fordem’ (Forum Demokrasi). Hingga akhirnya kekuasaan Suharto jatuh atas desakan aksi mahasiswa diseluruh propinsi yang
kita kenal dengan Reformasi mei 1998. Yang telah dipegang selama 32 tahun harus diserahkan kepada wakilnya BJ. Habibie
Pasca kejatuhan Suharo tahun 1998,
sebenarnya para Ulama dan tokoh tokoh muslim sempat bersatu, namun sayang
umurnya hanya sesaat. Karena menjelang diadakannya
Pemilu 1999, para Ulama dan Tokoh Islam malah berusaha jalan sendiri sendiri. Sehingga Pemilu 1999 dimenenagkan oleh kelompok Partai kiri yaitu Partai Demokrasi Indonesia Pejuangan
(PDIP). Pemilu saat itu rakyat belum langsung memilih Presiden, melainkan dipilih oleh MPR, maka pertarungan
pemilihan Presiden-pun mulai kasak kusuk di gedung senayan. Sebenarnya kala itu selain nama Megawati
Soekarno Putri muncul sebagai kandidat Presiden dari Partai PDIP, ada nama lain
yang juga muncul sabagai kandidat yaitu Yusril Ihza Mahendra.
Lagi lagi ketidak solidan Tokoh Muslim saat itu untuk mendukung Yusril Ihza Mahendra menjadi Presiden. Malah Amien Rais bermanuver dengan memunculkan tokoh alternatif laiinya dan mencoba merangkul Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Gur dari NU dari Poros tengah sebagai kandidat Presiden. Dan dimenangkan oleh Gusdur menjadi Presiden ke-empat RI mengalahkan Megawati.
Sayangnya karena kekurangan fisik yang dialamai Gus dur, sangat mempengaruhi kebijakan beliau dalam menjalankan Pemerintahan. Dan membuat beliaupun harus dilengserkan dalam Sidang Istimewa MPR tahun 2001, dan dilanjutkan oleh Megawati hingga tahun 2004.
Lagi lagi ketidak solidan Tokoh Muslim saat itu untuk mendukung Yusril Ihza Mahendra menjadi Presiden. Malah Amien Rais bermanuver dengan memunculkan tokoh alternatif laiinya dan mencoba merangkul Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Gur dari NU dari Poros tengah sebagai kandidat Presiden. Dan dimenangkan oleh Gusdur menjadi Presiden ke-empat RI mengalahkan Megawati.
Sayangnya karena kekurangan fisik yang dialamai Gus dur, sangat mempengaruhi kebijakan beliau dalam menjalankan Pemerintahan. Dan membuat beliaupun harus dilengserkan dalam Sidang Istimewa MPR tahun 2001, dan dilanjutkan oleh Megawati hingga tahun 2004.
Memasuki masa Reformasi lagi-lagi umat Islam ditinggalkan dan
hanya dijadikan kendaraan untuk kepentingan dan ambisi para tokoh tokoh Islam
itu sendiri. Terbukti pemilu tahun 2004,
2009 dan 2014 Indonesia dengan mayoritas muslim tak mampu berbuat apa apa
dengan Partai Islamnya.
Ketika Pemilu 2014 dimenangkan oleh
Jokowi-JK, banyak kebijakan kebijakan yang diterbitkan dan kejadian kejadian yang muncul sangat
merugikan umat muslim. Mulai dari
penghinaan terhadap Kitab Suci umat Islam yairu Al Qur’an, teror dan
penangkapan terhadap Ulama. Tidak sampai disitu saja, bahkan
Pemerintah dengan kekuasaanya mencoba menzolimi para Ulama,mengintimidasi
bahkan sampai ada yang dijadikan terdakwa seperti Habib Riziek Shihab dengan
fitnah dan tuduhan yang tidak memiliki bukti yang cukup, walauakhirnya
dinyatakan SP3. Pembubaran paksa ormas
Islam seperti HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dengan menerbitkan Perpu No. 2
tahun 2017 pengganti Undang-undang ormas No. 17 tahun 2013.
Dari kejadian kejadian dan peristiwa tersebut, pada akhirnya memuncul kesadaran dari para Ulama dan umat muslim, bahwa Islam harus bersatu. dan ini dibuktikan dengan munculnya Gerakan Aksi Bela Ulama dan Aksi Bela Islam 411 dan 212 tahun 2016.
Dari kejadian kejadian dan peristiwa tersebut, pada akhirnya memuncul kesadaran dari para Ulama dan umat muslim, bahwa Islam harus bersatu. dan ini dibuktikan dengan munculnya Gerakan Aksi Bela Ulama dan Aksi Bela Islam 411 dan 212 tahun 2016.
Begitu juga dengan adanya Doktrinasasi yang salah dikalangan umat Islam sendiri. Dan paradigma yang salah tentang Poltik, dengan mengatakan bahwa Politik itu kotor. Yang membuat banyak Tokoh Muslim dan Umat Muslim tidak mau perduli dengan Poltik, sehingga partai partai politik banyak diisi oleh orang orang islam KTP (istilah saya untuk mereka yang beragam islam tetapi tidak menjalankan Islam dalam kehidupannya sehari hari, atau mereka lebih mengejar dunia semata).
Sehingga banyak sekali politisi yang ber-agama Islam ditangkap karena ‘Korupsi’, Undang –undang dan Perda-perda yang diterbitkan sama sekali tidak membela kepentingan Agama dan umat. Bahkan akhir akhir ini, ada gerakan besar yang ingin mengganti Idieologi ke arah komunisme dan sekulerisme.
Yang lebih menyakitkan bagi umat muslim yang mayoritas di negeri ini yaitu
ketika dilakukannya Amandemen tehadap Undang Undang Dasar 45 , khususnya Pasal 6
yang menyangkut Syarat untuk menjadi seorang Presiden.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga
negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu
secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Presiden dan Wakil Presiden.
Padahal
sebelum di-Amandemen UUD45 Pasal 6 ayat (1) berbunyi sbb:
Presiden ialah orang
Indonesia asli.
Hal ini berdampak
kepada adanya kemungkinan bahwa dimasa mendatang warga keturunan Tionghoa yang
lahir di Indonesia memiliki hak yang sama dengan warga Negara Indonesia asli. Yang mana kita ketahui bahwa Nasionalisme
warga keturunan Tiongkok di negeri ini masih sangat diragukan adanya, karena
dari asal negaranya mereka masih mengakui warganya yang tinggal di luar negeri walau
sudah beranak pinak dan berpuluh puluh tahun meninggalkan negeri asalnya, atau
istilahnya mereka menganut kewarganegaraan Bipatride (kewarganegaraan ganda).
Kekawatiran ini
beralasan juga dikarenakan sejak jaman penjajahan dan perang kemerdekaan warga
keturunan tidak memiliki kesetiaan terhadap Indonesia kecuali hanya
sedikit,atau mereka yang sudah berasimilasi dengan penduduk asli Indonesia dan
menganut agama Islam, Kristen ataupun Katolik.
Setelah
kemerdekaanpun warga keturunan Tionghoa tidak memiliki kesetiannya terhadap
Indonesia, ketika mereka membantu tentara asing pada agresi belanda yang I dan
ke II. Begitupun saat Indonesia
mengalami krisis moneter tahun 1997, warga keturuna Tionghoa yang sudah
menikmati fasilitas di masa Orde Baru.
Dan hampir sebagian besar perekonomian mereka kuasai dan sukses, tetapi
ketika Pemerintah RI meminta bantuan mereka, sama sekali tidak digubris bahkan
mereka ramai ramai membawa kekayaan mereka ke luar negeri. Yang mengakibatkan marahnya rakyat pada saat
itu,sehingga terjadinya penjarahan tempat tempat usaha mereka diberbagai
propinsi.
Di masa Pemerintahan
Jokowi Jk mobilisasi dan masuknya warga Tiongkok semakin menjadi jadi. Dengan alasan sebagai tenaga kerja di berbagai
proyek yang dibiayai oleh negaranya (alasan klasik).
Kita kembali kepada
pokok masalah tentang muslim yang mayoritas di Indonesia.
Dimanakah umat
muslim yang mayoritas itu?
Siapakah Pemimpin
yang mereka pilih untuk memperjuangkan hak hak mereka?
Di Partai manakah
umat muslim itu berada?
Saya tidak butuh
jawaban, tetapi jawablah kepada diri anda sendiri bila anda seorang yang
muslim.
Ketidak perdulian umat muslim terhadap politik, mengakibatkan sistem Pemerintahan diatur oleh mereka mereka yang tidak mencintai Islam dan rakyatnya.
Lihat lagi
disekeliling kita hari ini!
Siapa yang menguasai
Ekonomi Indonesia saat ini?
Siapa yang menguasai
Perbankan Indonesia saat ini?
Siapa pemilik gedung
gedung bertingkat, Hotel hotel berbintang, Rumah rumah mewah, mobil mobil
mewah, Villa villa, Perkebunan, Pertanian, Peternakan, dan Perinakanan?
Siapa Pemilik Pabrik
pabrik besar?
Siapa pemilik Armada
penerbangan?
Siapa pemilik Rumah
sakit besar di Indonesia saat ini?
Siapa pemilik
Uneversitas, Sekolah sekolah elit dan berbagai tempat pendidikan lainnya?
Siapapemilik
Pertambangan dan Perusahan perusahan besar di Indonesia saat ini?
Siapa pemilik Media
media besar saat ini?
Siapa pemilik tanah
dengan luas beribu-ribu hektar di Indonesia saat ini?
Masih banyak
pertanyan pertanyaan yang mungkin semakin menambah sesak didada.
Masihkah kita umat muslim berdiam diri?
Kita bukan ingin
mengusir mereka.
Kita bukan ingin
melakukan kudeta atau gerakan separatis.
Yang kita harus lakukan adalah merebut ‘Kekuasaan’
melalu jalur yang bernama ‘Politik’ lewat Pemilihan Umum. Dan untuk bisa berpolitik, maka kita harus
masuk kedalam Partai Politik.
Tinggal kita
memilih, Partai Politik manakah yang sesuai dengan umat Islam dan Pemimpin
Islam yang dapat dipercaya membela Agama, Umat , Bangsa dan Negara.
Saudaraku sesama muslim,
cukuplah puluhan tahun sejak Indonesia merdeka 1945 kita berikan toleransi kita
kepada mereka mereka yang katanya nasionalis dan memiliki jiwa kebangsaan. Walau
hasilnya dapat kita rasakan bersama, cukup memprihatinkan khususnya kepada umat
muslim Indonesia.
Jangankan kita
berharap dapat membantu dan menolong saudara kita yang ada di Palestina,
Rohingya, Suriah, Irak, Syiria, Libya, Mesir, Afganstan, Thailan dll. Di Negara kita sendiri kita tak mampu
melakukan apapun, karena Pemimpin yang kita percyakan selama bertahun tahun
tidak mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia
yang mayoritas umat muslim.
Ingat!
Indonesia sebentar
lagi akan mengalami bonus Demografi di tahun 2020 sd 2030, artinya Indonesia
akan mengalami Kelebihan angkatan kerja (usia 15-55 tahun). Bila Negara tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan,
Negara tidak mampu memanfaatkan bonus demografi ini. Dipastikan tingkat pengangguran akan semakin
meningkat, dan kriminalitas akan semakin tinggi. Yang pada akhirnya Indonesia akan ,menjadi Negara
yang porak poranda dan tidak nyaman untuk tingal dan dikunjungi oleh siapapun.
Berangkat dari
keprihatinan yang dalam inilah, saya mengajak ‘Umat Muslim Indonesia’ untuk Merebut kekuasaan melalu jalur Konstitusi
Demokrasi yang berlaku di Negara kita yaitu Pemilu tahun 2019. Karena
moment inilah yang dapat kita jadikan sebagai titik awal kebangkitan umat Islam
di Indonesia yang telah lama dizolomi dan dikhianati oleh para penguasa.
Saya akan terus
berjuang keras untuk mengajak para Ulama, Ustad,Ustadjah, Para Guru dan cerdik
pandai Muslimin dan Muslimah untuk terjun
dan perduli dengan ‘Politik’.
Jeli dalam memilih Pemimpin, jeli dalam memilih wakilnya yang duduk di
Parlemen (DPR RI & DPRD) dan jeli dalam memilih Partai yang akan diikuti.
Bahkan di bulan
akhir bulan Januari tahun 2017 dalam pertemuan persiapan untuk Aksi damai di
Polda Metro Jaya, bertempat di Aula Mesjid Al Azhar Kebayoran Baru di hadapan
para Ulama, Para Habaib, Ketua Umum Ormas Islam dan Tokoh tokoh Islam seperti Habib Riziek Sihab, Ustadz Muhammad
Naser, Ketum HTI, KH. Al Kattat, Ketua Umum FPI dll. Dipenghujung pembicaraan, saya sampaikan
bahwa Kita tidak bisa merubah sistem
dari luar sistem, sehingga kita harus masuk ke dalam sistem. Dan sudah saatnya muslim yang Kaffah masuk ke
dalam partai poltik. Dan pilihlah partai
yang sesuai dengan ajaran agama kita. Saat
itu HRS langsung bertakbir, Allahu Akbar yang diikuti oleh jemaah lainnya.
Sebagai pegangan
kita, Ingat Firman Allah dalam Al Qur’an
Surat Ali Imran Ayat 103 tentang BERPEGANG
TEGUHLAH PADA TALI AGAMA ALLAH
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk (Ali Imran:103)
Sebagai seorang
muslim, kita berpegang pada Al Qur’an dan Shunnah Rosul. Serta kita menjadikan Ulama sebagai tempat
pemberi nasihat dan memberi Ilmu untuk keselamatan dunia dan akhirat.
Ketika kita tidak
mampu menentukan siapa Pemimpin kita, siapa wakil kita di parlemen dan Partai
mana yakan kita pilih. Maka Ulama-lah
menjadi satu satunya tempat untuk bertanya, agar kita tidak menjadi orang orang
yang tersesat, atau menjadi orang orang yang melepas tali Agama Allah.
Demikian tulisan ini
saya rangkumkan, agar menjadi penyadar bagi kita untuk dapat ‘Bersatu, Berjuang bersama, dan meraih
kesuksesan’ yang membawa keselamatan bagi kita dan anak keturunan
kita. Yang kelak akan dimintai
pertanggung jawaban ketika kita menghadap Sang Kholid Allah SWT.
Jakarta, 7 Juli 2018
Penulis,
Burhan Saidi.HSB
Komentar
Posting Komentar